Selasa, 02 Agustus 2011

Mensyukuri Nikmat Kemerdekaan


Oleh : Dedi Suherman
Guru SDN 1 Jati Kec. Batujajar Kab. Bandung Barat

            Tanggal 17 Agustus 1945 adalah hari bersejarah bagi bangsa Indonesia, karena hari itu tepatnya hari Jum’at tanggal 17 Agustus  bertepatan dengan bulan suci Ramadhan, di Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.
            Tentu saja hari itu adalah hari yang sangat istimewa bagi bangsa Indonesia, karena sebelumnya selama 3,5 abad lebih bangsa Indonesia berada dalam cengkraman penjajahan bangsa lain. Berbagai penderitaan dan kesengsaraan dialami oleh bangsa Indonesia selama dijajah. Sehingga peristiwa Proklamasi Kemerdekaan bukanlah peristiwa mudah dan murah, tetapi diraih dengan cara yang susah dan ditebus dengan tumpahan darah para syuhada.
            Untuk mengenang peristiwa bersejarah itu, maka setiap tanggal 17 Agustus bangsa Indonesia memperingatinya dengan acara intinya melaksanakan upacara bendera, dari mulai pemerintahan pusat sampai pemerintahan, daerah, bahkan sampai peloksok desa. Disamping itu berbagai kegiatan dilakukan oleh masyarakat untuk memperingati dan sekaligus mensyukuri nikmat kemerdekaan tersebut.
            Pada 17 Agustus 2011 ini usia kemerdekaan bangsa Indonesia sudah 66 tahun, usia yang cukup matang untuk berdirinya suatu bangsa yang berdaulat. Namun apakah nikmat kemerdekaan hasil perjuangan para pahlawan dahulu telah kita rasakan dewasa ini ? Bukankah para pahlawan dahulu memperjuangkan kemerdekaan itu agar bangsa kita terlepas dari berbagai penderitaan dan kesengsaraan ? Sudahkah sekarang kemerdekaan dan kesejahteraan itu dirasakan oleh seluruh masyarakat bangsa ini ? Sudahkah kesuburan negeri ini mewujudkan kemakmuran rakyat ? Sudahkah kekayaan sumber daya alam yang melimpah ruah di negara ini mampu membuat masyarakat sejahtera ?
Semua pihak harus mengakui dengan jujur bahwa cita-cita luhur kemerdekaan yaitu memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa secara umum belum begitu dirasakan. Hanya segelintir anak negeri ini yang telah mencicipi kesejahteraan hidup di bumi pertiwi ini.
            Mengapa kesejahteraan umum belum terasa ? Mengapa kesengsaraan masih mendera ? Mengapa kemiskinan dan kebodohan terus melanda ? Jawabannya karena kita umumnya belum mampu mensyukuri nikmat kemerdekaan yang sebenarnya. Sebab seandainya kita mampu mensyukuri nikmat kemerdekaan ini, niscaya kenikmatan itu akan terus bertambah. Sebagaimana janji Allah dalam Q.S. Ibrahiim : 7     “ Sesungguhnya jika kamu sekalian bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu dan jika kamu mengingkari nikmat-Ku maka sesungguhnya siksa-Ku amat pedih.”
            Bila kesejahteraan masih dalam angan-angan, bila kemakmuran masih dalam hayalan. Hal ini mengindikasikan mayoritas masyarakat bangsa ini belum mampu mensyukuri nikmat kemerdekaan. Sebaliknya masih terlalu banyak warga Negara ini yang mengingkari (kufur) terhadap berbagai nikmat yang diberikan Allah. Bila kondisi ini terus terjadi maka kesengsaraan akan terus melanda, bala bencana tidak akan sirna, berbagai tragedi akan terus terjadi. Hal ini diperingatkan oleh Allah dalam Q.S. An Nahl : 112 “ Dan Allah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tentram, kekayaan alamnya datang kepadanya melimpah ruah dari segala tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah, karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang mereka selalu perbuat.”
            Maksud pakaian kelaparan dan ketakutan pada ayat di atas adalah bahwa mayoritas penduduk Negara itu selalu diliputi kemiskinan dan ketidak tenangan (sengsara jasmani, menderita rohani).
            Bagaimanakah cara mensyukuri nikmat kemerdekaan ini agar kesejahteraan dapat dirasakan, kemakmuran jadi kenyataan ?
            Sebenarnya bagi Bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam, angka 17 sungguh sangat istimewa, karena ada tiga peristiwa yang berhubungan dengan angka 17. Bila peristiwa pada ketiga angka 17 tersebut dipadukan secara sinergis dan harmonis dalam perilaku kehidupan masyarakat bangsa ini, niscaya cita-cita luhur kemerdekaan akan terlaksana nyata. Ketiga angka 17 itu adalah :
1.          Tanggal 17 Ramadhan yaitu peristiwa diturunkannya Al Qur’an kepada Nabi Muhammad saw. Isi kandungan utama dari Al Qur’an adalah petunjuk dan tuntunan Allah kepada umat manusia agar hidup dipermukaan bumi ini mau beribadah dan  mampu menjadi khalifah. Bila Al Qur’an dijadikan pedoman dan aturan dalam segala aktifitas kehidupan baik sebagai individu maupun secara kolektif dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, niscaya suasana kehidupan  yang aman, damai dan sejahtera akan tercipta. Al Qur’an adalah surat cinta dari Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang kepada manusia. Bila surat cinta itu dibaca, dipahami dan diamalkan dalam perilaku sehari-hari niscaya akan membawa ke dalam kesejahteraan dan kebahagiaan di dunia dan di akherat kelak.
2.          Peristiwa 17 rakaat sehari semalam dalam sholat lima waktu. Shalat adalah ibadah ritual utama yang wajib dilakukan oleh setiap umat Islam yang memenuhi ketentuan syari’at. Secara hubungan vertical (hablumminallah) ibadah sholat merupakan bukti ketaatan dan kepatuhan manusia untuk menyembah kepada Allah. Sedangkan secara hubungan horizontal (habluminanas) sholat adalah untuk mencegah manusia agar mampu menjauhi segala perbuatan keji dan mungkar. Segala tindakan yang dapat merugikan diri dan orang lain dapat dicegah dengan melaksanakan sholat yang baik dan benar.
3.          Tanggal 17 Agustus 1945 hari proklamasi kemerdekaan. Sebagaimana diketahui bersama bahwa kemerdekaan bukan hadiah dari penjajah tapi rahmat dari Allah dan dibayar mahal oleh tumpahan darah para syuhada. Bila kita perhatikan nama-nama para pahlawan yang rela berkorban demi kemerdekaan, mayoritas mereka adalah umat Islam, bahkan para pembakar semangat juang serta pemimpin di medan perang hampir 100 % adalah para ulama dan tokoh Islam. Sebut saja Fatahillah, Sultan Hasanudin, Sultan Ageng Tirtayasa, Sultan Agung, Sultan Baabullah, Teuku Umar, Imam Bonjol, Pangeran Dipenogoro, Jendral Sudirman, Bung Tomo, K.H. Zaenal Mustopa dan sederet nama pahlawan lainnya, mereka adalah ulama dan tokoh Islam. Mereka rela berjuang mengorbankan harta dan nyawa bukan hanya ingin membebaskan Negara ini dari belenggu kekuasaan penjajah tapi lebih dari itu mereka berjuang untuk membebaskan masyarakat untuk melaksanakan syari’at agama. Maaf, penulis bukan diskriminatif dan mengenyampingkan peran dan jasa pahlawan non Muslim, tapi ini fakta sejarah dan kenyataan bahwa sebagian besar para pahlawan adalah tokoh Islam.
Kini bagaimana realitanya ? Apakah ketiga angka 17 di atas telah dipadukan dan disinergikan dalam rangka mengisi nikmat kemerdekaan ?
Mari kita akui bahwa kitab suci Al Qur’an sampai saat ini belum dijadikan pedoman hidup (way of life) oleh mayoritas umat Islam Indonesia baik dalam kehidupan pribadi lebih-lebih dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kalaupun ada yang telah dilaksanakan tapi masih bersifat farsial tidak kaffah ( utuh dan menyeluruh ). Bahkan yang ironis masih banyak tokoh Islam Indonesia dewasa ini yang alergi dan fobbi terhadap syaria’at Islam. Tidak sedikit tokoh dan umat Islam berkeberatan untuk menerapkan syari’at Islam dalam kehidupan ketatanegaraan dengan berbagai alasan yang dikemukakan. Tidak jarang para tokoh yang ingin menerapkan syari’at Islam secara utuh dan menyeluruh, mereka dicurigai, diintimidasi bahkan dituduh kelompok fundamentalis atau teroris. Memang, ada sekelompok orang mengatasnamakan menegakkan syari’at Islam secara radikal dan arogan, tetapi tidak bisa digeneralisir.
Begitu juga umat Islam Indonesia dewasa ini mayoritas jangankan mau dan mampu memahami serta melaksanakan isi kandungan Al Qur’an secara konsekuen dan konsisten bahkan semangat membancanya pun kini semakin pudar dan menghilang. Umat Islam Indonesia ternyata lebih semangat membaca Koran yang informasinya banyak yang menyesatkan daripada gairah tadarus Al Qur’an yang kebenarannya tidak diragukan.
Begitu juga bila diperhatikan, masih terlalu banyak umat Islam yang enggan melaksanakan sholat. Memang betul bangunan masjid dan mushola sudah tegak berdiri dimana-mana bahkan bisa dikatakan over eksis, tetapi realitanya mayoritas masjid dan mushola sepi dari yang melaksanakan sholat berjama’ah. Umat Islam Indonesia ternyata lebih semangat membangun mesjid daripada memakmurkan mesjid. Padahal membangun mesjid memerlukan tenaga dan biaya yang besar sedangkan memakmurkan masjid yang merupakan perintah Allah dan dicontohkan Rosulullah belum serampak dilaksanakan. Sungguh aneh tapi nyata.
Adapun orang Islam yang telah mau melaksanakan ibadah sholat tetapi belum banyak yang sholatnya dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Bukankah masih banyak yang suka STMJ (Sholat Terus Maksiat Jalan). Buktinya, bukankah tidak sedikit para pejabat yang suka sholat tapi berbuat hianat ? Bukankan masih banyak para politisi, pejabat birokrasi bahkan para polisi yang sudah ibadah haji  dan suka sholat tapi senang korupsi? Bukankah tidak jarang para pedagang yang suka sholat tapi suka pula curang ?
Bila kondisi ini terus terjadi, kalau keadaan ini terus berjalan, maka nikmat kemerdekaan tidak akan menciptakan kebahagiaan. Kebebasan akhirnya kebablasan, bebas tanpa batas tidak mau mengikuti aturan.
Mengakhiri artikel ini, penulis mengajak kepada segenap anak bangsa diberbagai strata, marilah isi nikmat kemerdekaan ini dengan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan. Hanya iman dan takwalah yang membuat masyarakat suatu bangsa sejahtera, sebagaimana dijanjikan Allah dalam Q.S. Al A’raaf : 96 “ Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat) Kami, maka Kami siksa mereka disebabkan oleh perbuatannya.”
Hanya dengan iman yang diaplikasikan dalam perbuatan hidup pasti aman dan nyaman, hanya dengan takwa yang nyata dalam realita hidup sejahtera dan bahagia dalam suatu bangsa akan terasa. Marilah kita mulai bersama sekarang juga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar