Sabtu, 02 Juli 2011

KEBUTUHAN HIDUP MANUSIA

Oleh : DEDI SUHERMAN
Guru SDN 1 Jati Kec. Batujajar Kab. Bandung Barat

Manusia hidup karena memiliki dua potensi dasar yaitu potensi  fisik, jasmani atau raga dan potensi psikis, rohani atau jiwa. Apabila kedua potensi tersebut berpisah, maka manusia mengalami kematian.
Baik potensi fisik maupun potensi psikis perlu dijaga, dipelihara kesehatannya. Kedua potensi tersebut mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi dengan sempurna. Kebutuhan pisik meliputi kebutuhan material dan seksual, sedangkan kebutuhan psikis meliputi kebutuhan spiritual dan intelektual.
Agar kehidupan manusia berlangsung dengan baik, selamat dan sejahtera di dunia dan di akherat kelak, maka keempat kebutuhan tersebut harus terpenuhi dengan sempurna. Untuk lebih jelasnya penulis mencoba memaparkan masing-masing kebutuhan tersebut.
  1. Kebutuhan Material
Kebutuhan material adalah kebutuhan untuk memelihara kesehatan tubuh manusia. Yang termasuk kebutuhan material adalah sandang (pakaian), pangan (makanan) dan papan (tempat tinggal). Ketiga kebutuhan ini menurut konsep ilmu ekonomi disebut kebutuhan pokok (primer). Mengapa disebut kebutuhan pokok ? Karena ketiga kebutuhan ini harus terpenuhi oleh setiap individu, tidak bisa abaikan.
Manusia perlu pakaian untuk menjaga kesehatan dan kenyamanan tubuhnya. Disamping itu pakaian berfungsi menjaga kehormatan manusia. Silahkan Anda bayangkan seandainya seluruh manusia tubuhnya tidak ditutupi pakaian, apa jadina ? bagaimanapun tampannya seorang pemuda atau cantik moleknya seorang gadis belia, bila pergi kemanapun tidak memakai sehelai benangpun, maka ketampanan dan kecantikannya tida ada harganya.
Manusiapun perlu makanan dan minuman, untuk mempertahankan kehidupannya sampai ajal datang menjemput. Makanan yang primer dibutuhkan manusia adalah makanan emapt sehat lima sepurna (karbohidrat, protein, vitamin, lemak dan mineral). Makanan yang banyak mengandung gizi dan nutrisi yang seimbang dapat memelihara kesehatan tubuh manusia.
Untuk melindungi diri dan keluarganya manusia juga memerlukan rumah tempat tinggal. Rumah termasuk kebutuhan primer bagi manusia karena menjadi tempat berlindung dari berbagai gangguan dan bahaya. Tempat berlindung dari terik matahari di siang hari, tempat beristirahat dimalam hari, tempat bertetuh dikala hujan, tempat berlindung dari berbagai ancaman dan gangguan.
Manusia yang terpenuhi tiga kebutuhan promernya, maka akan merasakan nyaman dan tenang dalam menjalani kehidupannya.

  1. Kebutuhan Seksual
Kebutuhan seksual termasuk kebutuhan yang urgen bagi manusia, karena pada diri manusia dilangkapi napsu syahwat biologis. Untuk memenuhi dan menyalurkan hasrat biologisnya, syari’at agama mengaturnya dengan pernikahan. Tujuan utama pernikahan adalah untuk menjaga kelangsungan hidup manusia dengan mempunyai anak keturunan. Disamping itu pernikahan berfungsi untuk menjaga harkat martabat dan kehormatan manusia agar jelas silsilah keturunannya.

  1. Kebutuhan Spiritual
Manusia hidup dilengkapi hati atau kalbu. Hati manusia bukan hanya berfungsi sebagai organ tubuh untuk menjaga kesehatan fisik, tetapi lebih dari itu hati manusia berfungsi untuk menanamkan keimanan dan ketaqwaan. Hatipun sama dengan tubuh perlu diberi makanan. Untuk memenuhi kebutuahan spiritual manusia memenuhi hatinya dengan keimanan dan ketaqwaan dengan cara banyak berdzikir.
Berdzikir artinya ingat atau sadar. Jadi manusia hendaklah sering ingat kepada Tuhannya (Allah), dan harus senantiasa sadar bahwa  dirinya diberi tugas untuk beribadah dan menjadi khalifah (pengurus, pengatur dan pemelihara) di muka bumi. Bila manusia hatinya senantiasa ingat kepada Tuhannya (Allah), selalu sadar akan tugas dan fungsinya, maka hatinya akan tenang dan tentram. Hati yang sering digunakan untuk berdzikir akan menguatkan iman dan meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt. Firman Allah dalam Q.S. Ar Ra’du : 11 “ “Ketahuilah bahwa berdzikir (mengingat) Allah, hati menjadi tentram”.

  1. Kebutuhan Intelektual
Secara fisik biologis manusia dan hewan tidak jauh berbeda terutama dengan hewan vertebrata (mamalia). Hal yang membedakan manusia dengan hewan adalah manusia dilengkapi akal yang mampu untuk berpikir. Kemampuan berpikirnyalah yang membuat manusia lebih mulia dan terhormat dibanding dengan hewan. Akal manusia yang sering digunakan berpikir akan menhasilkan ilmu. Semakin tinggi ilmu yang dimilikinya maka semakin mudahlah manusia menjalani kehidupannya.
Dengan demikian, manusia yang akan mecapai kebahagian, kesejahteraan dan kedamaian baik di dunia maupun di akherat ialah manusia yang mampu menjaga, memelihara dan memenuhi kebutuhan empat potensi tersebut di atas.
Namun bila kita memperhatikan, bahkan mungkin kita alami ternyata umumnya manusia lebih cenderung mengutamakan untuk memenuhi kebutuhan fisik material (duniawi), kurang bahkan tidak begitu peduli untuk memelihara, menjaga dan memenuhi kebutuhan psikis spiritual (ukhrawi).
Segala aktiftas  yang dilakukan manusia umumnya hanya berlomba untuk mendapatkan kekayaan material (sandang, pangan dan papan), serta mengejar kepuasan seksual, menyalurkan hasrat biologis. Sementara kebutuhan psikis spiritual kadang-kadang tidak begitu diperhatikan bahkan dilupakan.
Padahal Allah swt telah memberikan informasi bahkan peringatan, bahwa kekayaan duniawi bagaimanapun melimpah ruahnya diperoleh oleh manusia, tidak ada artinya bila dibandingkan dengan kenikmatan dan kebahagian akherat. Di dalam Q.S. An Nisaa : 14-15 Allah swt berfirman :
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). Katakanlah: "Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?" Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya. Dan (mereka dikaruniai) isteri-isteri yang disucikan serta keridhaan Allah: Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.
Dalam Q.S. Al Mujadalah : 11,Allah swt. memberikan informasi dan motivasi bahwa Allah akan mengangkat derajat manusia yang kuat imannya dan tinggi ilmu pengetahuannya.
Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Para pembaca, mari kita sejenak memperhatikan struktur tubuh kita masing-masing, terutama organ atau anggota tubuh yang berfungsi menampung dan menyalurkan empat jenis kebutuhan manusia.
Ketika posisi tubuh manusia berdiri tegak, letak atau posisi alat kelamin manusia untuk menyalurkan hasrat biologis terletak paling bawah, kemudian di atasnya posisi perut/lambung tempat menyalurkan kebutuhan material (pangan). Di atas perut/lambung ada organ hati untuk menanamkan keimanan dan ketakwaan. Posisi paling atas tepatnya pada kepala terdapat organ otak/akal yang berfungsi untuk berfikir agar memperoleh ilmu pengetahuan.
Posisi atau letak organ tubuh seperti di atas merupakan gambaran bahwa pemenuhan kebutuhan fisik biologis amterial dan seksual derajatnya lebih rendah daripada pemenuhan kebutuhan psikis spiritula dan intelektual.
Jadi, siapapun manusia yang tujuan dan orientasi hidupnya hanya mengejar kekuasan dan kesuksesan duniawi, melupakan pemenuhan kebutuhan spiritual dan intelektualnya (iman dan ilmu). Mereka derajatnya sama bahkan lebih rendah derajatnya dari pada binatang. Karena sebagaimana kita ketahui kehidupan binatang hanya dilengkapi organ seksual dan organ pencernaan (lambung), tidak dilengkapi hati yang berfungsi untuk berdzikir dan akal yang berfungsi untuk berpikir.
Allah swt berfirman dalam Q.S. Al A’raaf : 179
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.
Para pembaca, bila kita perhatikan fenomena kehidupan sosial kemasyarakatan, berbagai peristiwa penyimpangan, kejahatan, kriminal, korupsi, prostitusi, pornoaksi, pornografi, penipuan, pencurian, perampokan, permusuhan, penindasan, pembunuhan, perusakan alam dan lingkungan, saling berebut posisi pangkat, jabatan dan kedudukan. Faktor penyebab semua itu karena mayoritas manusia lebih cenderung mengutamakan pemenuhan kebutuhan fisik material dan seksualnya, mengabaikan dan melupakan pemenuhan kebutuhan spiritual dan intelektual. Dengan kata lain, manusia umumnya telah dihinggapi penyakit WAHN (hubbu dunya wa karohiyatul maut) mengejar kesenangan dunia, tidak peduli kepada kebahagian akherat, alias terjebak oleh sifat dan faham materialisme, hedonisme dan konsumerisme.
Akibat sifat materialisme, hedonisme, konsumerisme telah merasuki pikiran manusia, maka mereka memegang prinsif Machiaveli yaitu menghalalkan segala cara untuk tercapainya suatu cita-cita. Kaidah-kaidah syari’at agama, norma-norma sulila, dan nilai-nilai etika sudah tidak diperhatikan.
Bila kondisi ini terus terjadi dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, dalam berbangsa dan bernegara,  maka akan melahirkan para pejabat yang jahat, para aparat yang khianat, pegawai birokrasi yang suka korupsi, para politikus yang rakus, pelaku kejahatan semakin militan, pelaku kriminal semakin profesional, pornoaksi, pornografi dan prostitusi jadi tradisi, rentenir semakin menbanjir, konglomerat semakin keparat, perbuatan salah menjadi hal yang lumrah. Tidakan amoral dan asusila dianggap biasa.
Sebaliknya manusia yang menegakkan kebenaran dianggap melakukan keonaran, manusia sholeh dianggap makhluk aneh, manusia suci sulit dicari, manusia jujur semakin terkubur, manusia takwa semakin langka, manusia beriman semakin tak kelihatan, para pejuang semakin jarang. Para guru sudah banyak yang tak patut digugu dan ditiru, para akademisi sudah jarang yang berprestasi, para hartawan yang dermawan hanya ada dalam hayalan.
Bila mayoritas manusia sudah tidak memperdulikan kondisi seperti ini, maka kemakmuran hanyalah impian, keamanan dan ketentraman hanyalah lamunan, kesejahteraan dan kebahagian hanyalah angan-angan.
Semoga tulisan sederhana ini dapat menyadarkan semua pihak, agar timbul motivasi untuk memperbaiki diri, agar menambah gairah unbtuk memperkuat akidah dan ibadah, agar timbul usaha berlomba meningkatkan iman dan taqwa. Marilah kita yakini sepenuh hati firman Allah dalam Q.S. Al A’raaf : 96
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.
Q.S. Huud : 117
Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan.
Q. S. Al Israa : 16
Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menta`ati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.
                                          

Kemiskinan Iman dan Taqwa Sumber Malapetaka

Oleh : DEDI SUHERMAN
Guru SDN 1 Jati Kec. Batujajar Kab. Bandung Barat

Kita sebagai bangsa Indonesia patut bersyukur kepada Allah swt, karena secara kuantitas penduduk Indonesia mengaku beriman (mukmin) dan memeluk agama Islam (muslim).Disamping itu syukur kita panjatkan kepada Allah karena Negara kita memiliki kekayaan alam yang luar biasa lengkapnya baik di darat, di laut, di perut bumi bahkan di angkasa raya.  Bila betul mayoritas bangsa Indonesia beriman dan keimanannya membuahkan ketakwaan niscaya kebahagiaan yang dicita-citakan dan kesejahteraan yang diimpikan akan menjadi kenyataan. Hal ini dijanjikan dengan pasti oleh Allah dalam Q.S. Al A’raaf : 96 “ Jikalau sekiranya penduduk suatu negeri mereka beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat) Kami, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”
            Berdasarkan ayat di atas ternyata keimanan dan ketakwaan adalah pintu pembuka keberkahan untuk memperoleh kesejahteraan di dunia. Berkah artinya bertambah kebaikan dan tetapnya kebaikan itu. Sebaliknya apabila keimanan seseorang hanya sekedar pengakuan formalitas lisan tidak diaplikasikan dalam moralitas perbuatan, maka keimanannya palsu dan hampa dampaknya bukan bertambah kebaikan tapi justru berkurangnya kebaikan serta mengundang bencana dan malapetaka.
            Keimanan yang hanya diucapkan dengan lisan tidak nampak dalam perbuatan, dalam artikel ini penulis memberi istilah kemiskinan iman. Sebagaimana diketahui bahwa iman yang sempurna adalah keimanan yang diucapkan dengan lisan, diyakini sepenuh hati dan diwujudkan dalam perilaku sehari-hari. Mengaku beriman kepada Allah kosekuensinya siap patuh dan taat terhadap segala ketentuan (syari’at) yang ditetapkan oleh Allah swt.
            Orang yang  mengaku beriman dengan lisan tanpa dibuktikan dalam perbuatan, bagaikan orang yang mengaku mempunyai gabah tapi tidak berisi padi/beras atau ibarat mengaku mempunyai uang tetapi palsu. Orang yang mengaku memiliki gabah puluhan ton tapi ternyata gabahnya hampa tidak berisi, maka pengakuannya tidak berharga bahkan akan menimbulkan bahaya. Begitu pula orang yang mengaku mempunyai uang milyaran rupiah tetapi ketika dibuktikan ternyata uangnya palsu. Bentuk pisik uangnya mirip dengan yang asli, tetapi bila diteliti, dilihat, diraba dan diterawang dengan cermat ternyata tidak sesuai dengan uang asli. Orang tersebut dijamin menderita, terpaksa harus mendekam dipenjara.
            Mengapa bangsa Indonesia sampai saat ini mayoritas belum mencicipi kesejahteraan ekonomi, kemiskinan masih mewarnai kehidupan, kesengsaraan dan penderitaan masih dialami oleh sebagian masyarakat ? Padahal Negara kita mempunyai kekayaan alam yang super lengkap dan maha kaya. Sungguh ironis bila kesuburan alam tidak mewujudkan kemakmuran rakyat. Bangsa kita bagaikan tikus mati di lumbung padi.
            Mengapa semua ini terjadi ? Jawaban yang pasti adalah firman Allah yang penulis kemukakan di atas. Karena keimanan dan ketakwaan mayoritas umat Islam Indonesia hanya formalitas pengakuan lisan saja, tidak nyata dalam perilaku kehidupan sehari-hari, maka siksaan Allah berupa berbagai bencana dan musibah terus melanda. Bahkan ayat tersebut di atas dikuatkan pula oleh firman Allah dalam Q.S. An Nahl : 112
“Dan Allah telah memberi perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tentram, rizkinya (kekayaan alam) nya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi penduduknya kufur (mengingkari) nikmat-nikmat Allah, karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan disebabkan oleh perbuatan mereka.”
            Berdasarkan ayat di atas meyakinkan kepada kita bahwa walaupun mayoritas bangsa Indonesia mengaku beriman kepada Allah, tetapi mereka banyak yang mengingkari berbagai nikmat pemberian Allah maka konskuensinya kemiskinan dan ketakutan selalu meliputi dan menghantui kehidupan.
            Banyak kriteria, ciri-ciri dan sifat-sifat orang beriman dan bertaqwa dikemukakan dalam Al Qur’an tetapi tidak tampak nyata dalam perilaku orang yang mengaku beriman. Salah satu ciri orang bertaqwa diungkapkan dalam Q.S Ali ‘Imraan :133-134 “Bersegerahlah kamu sekalian kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang bertaqwa. Yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya ketika dalam keadaan lapang maupun diwaktu sempit (rizki)…….
            Sifat orang yang beriman dan bertaqwa antara lain suka memberi. Dia senantiasa menyisihkan sebagian tenaga, pikiran dan harta kekayaannya untuk kepentingan orang lain dan kemaslahatan umum, digunakan untuk menegakan kebenaran dan menumpas kebatilan. Baik ketika sedang kaya maupun ketika serba kekurangan.
            Di Indonesia orang yang memiliki sifat di atas tergolong makhluk langka bahkan mungkin dikatakan aneh. Sebab jangankan orang miskin yang serba kekurangan mau menyisihkan hartanya untuk kepentingan orang lain, orang-orang yang kaya bergelimangan harta yang melimpah ruahpun banyak yang tak kuat mengeluarkan zakat, infak dan sodaqah.
            Bahkan kenyataannya orang yang telah tergolong kayapun tetap serakah merampas harta hak orang miskin. Bukankah koruptor banyak berkeliaran di setiap kantor ? Bukankah tindak korupsi selalu terjadi disetiap instansi ? Bukankah pembabatan hutan secara liar (illegal logging) sulit dihentikan? Bukankah eksploitasi barang tambang dan mineral secara besar-besaran terus dilakukan? Siapakah pelaku semua itu? Para pelakunya bukan masyarakat biasa yang serba kekurangan, bukan orang miskin yang mencari sesuap nasi. Tetapi, korupsi terjadi di setiap instansi pelakunya para pejabat birokrasi yang bergaji tinggi, koruptor di setiap kantor pelakunya orang yang besar honor. Begitu juga pembabat hutan besar-besaran bukan masyarakat yang kelaparan, tapi para konglomerat yang memiliki uang berlipat-lipat, para cukong yang memiliki uang berkantong-kantong. Galian liar yang memporakporandakan ekosistem alam, merusak lingkungan, pelakunya bukan orang sembarangan, tetapi para juragan yang berkelebihan uang.
            Mengapa semua itu mereka lakukan? Jawaban yang pasti karena mereka miskin iman, tuna ketaqwaan. Masih dapat ditolelir dan dianggap wajar bila orang miskin berani mencuri, orang melarat berbuat jahat. Tapi sungguh kurang ajar bila para pejabat tega berbuat jahat, para politisi yang berdasi suka mencuri, para konglomerat merampas hak orang melarat. Bukankah berbagai subsidi yang diperuntukan bagi orang miskin banyak dikebiri dan dicuri oleh oknum pejabat berdasi. Bukankah pelaku penyelundupan minyak tanah bersubsidi, pupuk bersubsidi ternyata para pengusaha kaya? Mereka melakukan semua itu karena miskin iman walaupun mereka kaya harta, mereka tetap serakah walaupun harta melimpah. Orang kaya harta tetapi miskin iman, mereka bukan suka memberi tapi justru senang mencuri, mereka bukan senang menyumbang tapi justru suka bertindak curang.
Dalam artikel ringkas ini penulis tidak dapat menguraikan panjang lebar  tentang ciri-ciri orang yang miskin iman dan hampa takwa. Namun penulis mengajak kepada para pembaca, marilah kita instrosfeksi diri, muhasabah tingkah. Apakah akidah kita sudah istiqomah ? Apakah tingkah kita sudah sesuai dengan syari’ah ? Apakah taqwa kita sudah nyata ? Jawabannya hanya diri masing-masing yang tahu. Namun bila dilperhatikan secara umum, mesti kita akui secara jujur bahwa mayoritas orang yang mengaku beriman belum memiliki iman yang sempurna dan istiqomah, orang yang bertaqwa masih termasuk manusia langka.
Orang yang taat kepada syari’at masih belum banyak terlihat. Orang yang suka beramal sholeh masih termasuk manusia aneh. Orang yang mengikuti perilaku Nabi masih sulit dicari, kalaupun ada ternyata banyak yang mencaci maki. Orang yang konsekuen dan konsisten menegakkan syari’at Islam secara kaffah (utuh dan menyeluruh) kadang-kadang dicurigai, dianggap fundamentalis, bahkan dituduh teroris.
Sungguh ironis. Negara yang mayoritas penduduknya muslim, tetapi alergi terhadap syari’at Islam. Wajar kalau fihak yang menolak syari’at Islam adalah penduduk yang beragama lain (non muslim). Tapi sungguh sangat mengherankan ternyata fihak-fihak yang menentang tegaknya syari’at Islam justru umat Islam sendiri baik secara individu maupun secara lembaga atau institusi. Tidak sedikit fihak-fihak yang fobbi bila syari’at Islam diterapkan dalam segala asfek kehidupan, baik dibidang ibadah ritual, dibidang ibadah social, ekonomi, politik dan ketatanegaraan. Mereka lebih percaya terhadap aturan hukum buatan THOGHUT daripada meyakini kebenaran hukum  ALLAH.
Penyebab utama miskinnya keimanan dan ketakwaan dikalangan umat Islam, karena Negara kita menganut faham sekuler, memisahkan syari’at agama dalam kehidupan bernegara. Agama dianggap hanya urusan pribadi, Negara tidak boleh ikut campur dalam mengatur agama. Syari’at Islam hanya dibatasi dalam masalah ibadah ritual, sedangkan dalam masalah politik ketatanegaraan, hukum positif (pidana) syariat Islam haram diterapkan. Hukum qishosh (hukum mati) bagi pembunuh, hukum hudud (potong tangan) bagi pencuri, hukum rajam (cambuk) bagi pezina dianggap hukum jahiliyah alias hukum primitif. Padahal hukum-hukum  tersebut tertera jelas dalam Al Qur’an yang dijamin benar 100 % karena merupakan firman Allah Yang Maha Adil.
Dampak negatif tidak diterapkannya syariat Islam dalam hukum pidana, kita dapat merasakan sendiri. Kasus pembunuhan hampir setiap hari terjadi, tindakan mencuri dan korupsi semakin menjadi, aktifitas prostitusi seolah-olah jadi tradisi.
            Bila kondisi seperti ini terus terjadi, tidak ada usaha untuk memperbaiki. Jangan harap kemakmuran bersama jadi kenyataan,     kesejahteraan umum dapat dirasakan. Justru sebaliknya, bila aqidah masih goyah, akan selalu dilanda musibah, bila syari’at tidak memasyarakat maka  akan selalu mengundang laknat, bila takwa hanya dalam kata tidak terbukti dalam realita, maka bencana akan selalu melanda. Tidak percaya ? Mari kita rasakan bersama. 

Antara Keripik dan Kritik

Oleh : Dedi Suherman
Guru SD Negeri I Jati Kec. Batujajar Kab. Bandung Barat

            Keripik adalah makanan ringan atau penganan yang terbuat dari singkong, kentang atau ubi yang diiris tipis kemudian digoreng hingga kering. Keripik yang enak apabila rasanya renyah dan gurih, kadang adapula keripik yang agak enek karena terasa keras dan pedas. Namun umumnya orang senang makan keripik terutama ketika duduk santai sambil membaca atau nonton TV. Sedangkan Kritik adalah koreksi atau teguran, saran dan pendapat terhadap ucapan atau tindakan seseorang yang dianggap salah atau kurang tepat tidak sesuai dengan norma atau aturan yang berlaku atau tidak sesuai dengan keinginan yang diharapkan. Kritik ada yang terasa lembut atau halus sehingga membuat tersungging orang yang dikritik dan ada pula kritik yang disampaikan dengan keras, lugas dan tegas sehingga kadang-kadang membuat tersinggung orang yang dikritik. Namun umumnya setiap orang tidak begitu suka mendapat kritik , tapi setiap orang senang diberi keripik.
            Bagaimana kiat atau sikap kita agar suka mendapat kritik sebagaimana halnya senang menerima keripik? Kiatnya antara lain :
1.      Bersikap husnudzon (positif thinking) alias berprasangka baik kepada orang yang mengkritik kita. Siapapun yang mengkritik kita anggaplah mereka mencintai dan menyayangi kita. Buktinya mereka mau menunjukkan kekurangan kita dan mau peduli terhadap kesalahan kita. Di atas telah dikemukakan bahwa kritik itu bersifat korektif, menunjukkan kesalahan dan kekurangan kita, sementara kita tidak menyadari kekurangan atau kesalahan yang kita lakukan. Contoh sederhana. Suatu saat kita makan-makan dalam suatu pertemuan/resefsi. Setelah selesai makan kita tidak sadar ada sebagian makanan yang menempel disudut bibir kita, teman dekat kita memberi tahu tentang hal tersebut. Spontan kita mengambil atau membuang bagian makanan itu. Coba bayangkan! Bagaimana nasib kita seandainya teman kita tidak memberi tahu kejadian tersebut? Tentu orang-orang yang tidak kenal dengan kita akan mentertawakan. Dengan kritikan teman dekat kita, maka kita selamat dari tertawaan dan cemoohan orang lain. Teman kita berani memberi tahu kekurangan atau kekhilafan kita, karena dia mencintai dan menyayangi kita. Ucapkanlah terimakasih kepada siapapun yang berani memberikan kritik, mau mengoreksi kesalahan dan kelemahan kita. Apakah kritikan itu disampaikan dengan cara halus dan lembut maupun kritikan itu disampaikan dengan pedas dan keras. Terimalah semuanya dengan lapang dada, dan jiwa besar. Anggap saja kritik itu keripik yang renyah, gurih dan sedap.
2.      Jangan gila pujian (praises) yakinilah hanya milik Allah segala pujian (The Praiseworthy) karena Allah Maha Terpuji, Maha Sempurna tidak ada cela dan kekurangan sedikitpun. Sadarilah setiap kita mempunyai kekurangan dan suka melakukan kasalahan, hanya umumnya kita jarang mengetahui dan menyadarinya. Disamping itu umumnya kita ingin dan senang mendapat pujian dari orang lain. Sadar atau tidak sadar hati kita suka berbunga-bunga bahagia bila mendapatkan pujian dari orang lain, hidung kadang-kadang bertambah mancung, mata berbinar-binar dan bibirpun tersenyum simpul. Namun ingat ! Kita perlu waspada siapa tahu pujian itu bersifat ironis dari pihak yang ingin membujuk rayu kita, bahkan mungkin pujian itu menjerumuskan kita. Siapa tahu orang disekitar kita memberi berbagai pujian agar kita terjebak dalam kesalahan. Bila orang disekitar kita selalu memuji dan tidak pernah mengkritisi atau tidak mau mengoreksi kesalahan dan kelemahan kita, hakikatnya mereka menjerumuskan kita ke jurang kenistaan yang. Sanjungan bisa jadi batu sandungan untuk memperbaiki kesalahan. Seandainya kita selalu mendapatkan pujian karena kita sering mendapat prestasi yang membanggakan, sebaiknya ucapkanlah ALHAMDULILLAH, kembalikan pujian itu kepada pemiliknya yaitu Allah swt. Yakinilah pujian dan sanjungan yang diberikan orang lain itu tidak sebanding dengan prestasi kita, karena mereka tidak mengetahui kekurangan yang kita miliki. Kita tidak pantas berbangga hati, menepuk dada, sombong alias angkuh karena tersanjung oleh pujian, sebaliknya jangan sakit hati bila banyak orang yang mengoreksi dan mengkritisi.
3.      Biasakan mau dan mampu mengkritisi diri sendiri (auto kritik), mengoreksi kesalahan pribadi (muhasabatunnafsi), baik kritik kepada diri sendiri sebagai individu atau kepada kinerja Instansi, Lembaga atau Organisasi tempat kita berkerja.
4.      Jangan suka menutup-nutupi kelemahan dan kesalahan diri sendiri, serta antipati, alergi bahkan fobby untuk dikritisi. Kesalahan dan kelemahan diri yang ditutupi bagaikan bisul (abses) membusuk diselimuti kulit tidak mau dikorek atau dibelek oleh sendiri atau orang lain. Suatu saat, bisul kita tersenggol orang lalu  pecah dihadapan orang banyak mengeluarkan bau busuk, akhirnya kita menderita sakit tubuh dan sakit hati dicemoohkan.
5.      Jangan suka mencari kambing hitam, atau lempar batu sembunyi tangan bila mendapat kritik atau koreksi dari orang lain.
6.      Jangan benci kepada orang yang mengkritisi sebab hakekatnya dialah teman sejati, agar kita mau dan mampu memperbaiki diri.

            Bagaimana cara kita menyampaikan kritik kepada orang lain?
1.      Sampaikanlah kritik dengan bibir tersungging agar pihak yang dikritik tidak tersinggung. Berikan kritikan dengan sikap halus dan lembut dan hati-hati agar tidak menyakiti hati orang yang dikritisi.
2.      Sampaikan kritik dan koreksi dengan kata-kata bijak, agar pihak yang dikritisi menerima dengan penuh kesadaran  atas kekurangan atau kesalahannya.
3.      Kritikan yang diberikan harus berdasar argumen dan hati suci bukan dilandasi rasa sentimen dan didorong hati iri. Kritikan harus disertai alasan bukan hanya sekedar ulasan, harus karena dalil bukan karena usil.
4.      Kritikan harus disertai solusi dan harus bersifat memperbaiki, jangan hanya pandai mengkritik tapi tidak memberikan solusi dan tidak bisa memperbaiki. Kritikan jangan hanya mencela tapi tidak memberi cara, bukan hanya mengejek tapi harus bisa mengajak.
5.      Jangan mengkritisi seseorang disampaikan kepada orang lain yang tidak tahu menahu. Bila kritikan kita tidak tepat maka termasuk tukmah karena termasuk sesuai dengan fakta, bila kritikan kita sesuai dengan fakta bisa termasuk ghibah (menggunjing).
            Demikian ide dan gagasan penulis yang disampaikan dalam tulisan sederhana ini, semoga bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi siapa saja yang sempat membancanya. Semoga saja penulis bukan hanya bisa menyampaikan gagasan tapi tidak bisa melakukan, bukan hanya pandai menyusun teori tapi tidak nyata dalam aplikasi. Jangan hanya mudah mengkritisi tetapi suka marah dikritisi. Mudah – mudahan penulis pandai mengkritisi dan senang dikritisi. Pandai mencela dan siap dicela, mampu mengoreksi dan mau dikoreksi, bisa memberi solusi dan sedia dicaci maki. Suka tersungging bila menyampaikan kritik, tidak mudah tersinggung bila mendapat kritik.
            Marilah kita yakini kebenaran firman Allah dalam Q.S. Al ‘Ashr : 1.Demi masa. 2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, 3.Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
Kritik adalah salah satu bentuk nasehat untuk mentaati kebenaran dan menepati kesabaran.
            Fahami pula firman Allah dalam Q.S. Al  Hujurat : 11.  Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang dicela itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri[*] dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman[**] dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.
[*]  Jangan mencela dirimu sendiri maksudnya ialah mencela antara sesama mukmin karena orang-orang mukmin seperti satu tubuh. [**]  Panggilan yang buruk ialah gelar yang tidak disukai oleh orang yang digelari, seperti panggilan kepada orang yang sudah beriman, dengan panggilan seperti: Hai fasik, Hai kafir dan sebagainya.

            Renungkanlah ! “Orang benar bukan orang yang tidak pernah melakukan kesalahan, tetapi orang benar adalah orang yang mau mengakui kesalahan dan mampu memperbaikinya. Orang salah bukan orang yang tak pernah melakukan kebenaran. Orang salah adalah orang yang tidak mau mengakui kesalahan dan tidak mampu memperbaiki kesalahan”.***