Rabu, 03 Agustus 2011

Menyambut Pendidikan Karakter Bangsa


Oleh : DEDI SUHERMAN
Guru SDN 1 Jati Kec. Batujajar Kab. Bandung Barat

Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) telah menyusun “grand design” pendidikan karakter bangsa. Selanjutnya, konsep ini akan segera diimplementasikan pada tingkat satuan pendidikan.
"Pusat kurikulum sampai saat ini sudah membentuk master trainer yang diharapkan melatih para guru, kepala sekolah, dan pengawas untuk bisa menghidupkan atau menjadi pioneer pendidikan karakter bangsa di satuan pendidikan," kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemdiknas Mansyur Ramli.
Mansyur optimistis, pendidikan karakter dapat segera diimplementasikan pada satuan pendidikan. Sekurang-kurangnya, kata dia, 25 persen satuan pendidikan mulai menerapkan pada tahun 2012. "Sudah banyak satuan pendidikan, perguruan tinggi, berbagai tokoh masyarakat, dan pemerhati pendidikan yang sudah mengembangkan karakter bangsa melalui pendidikan, baik pendidikan formal maupun pendidikan nonformal," ujarnya. Lebih jauh, Mansyur menuturkan, hampir semua perguruan tinggi telah mengembangkan pendidikan karakter bangsa. Berbagai satuan pendidikan juga telah menerapkan pendidikan karakter bangsa dengan bermacam cara, seperti kantin kejujuran di sekolah, melalui nilai-nilai keagamaan dan budaya. "Dengan potret yang kita lakukan kita optimis. Tinggal mendorong dan menularkan apa yang telah dikembangkan satuan pendidikan tertentu dan masyarakat," katanya.
Sementara itu, Sekretaris Balitbang Kemdiknas Siskandar mengatakan, seminar dimaksudkan untuk mendiskusikan dan berbagi pengalaman tentang strategi dan implementasi pendidikan karakter bangsa. Tujuannya adalah untuk menghimpun bahan masukan terkait dengan strategi dan implementasi pendidikan karakter bangsa dalam satu kesatuan sistem pendidikan nasional yang holistik. "Tujuan lainnya adalah untuk menyusun rekomendasi tentang strategi pembelajaran dan implementasi pendidikan karakter bangsa dalam satu kesatuan sistem pendidikan," katanya.
Adapun nilai dan deskripsi nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa yang dirumuskan oleh Kemendiknas adalah :
1.      Religius yaitu sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleransi terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2.      Jujur yaitu perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan.
3.       Toleransi yaitu sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4.      Disiplin yaiyu tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5.      Kerja Keras yaitu perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6.      Kreatif yaitu berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilakn cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7.      Mandiri yaitu sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8.      Demokratis yaitu cara berpikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9.      Rasa Ingin Tahu yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat dan didengarnya.
10.  Semangat Kebangsaan yaitu cara berpikir, bertindak dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11.  Cinta Tanah Air yaitu cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, social, budaya, ekonomi dan politik bangsa.
12.  Menghargai Prestasi yaitu sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain.
13.  Bersahabat/Komunikatif yaitu tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul dan bekerja sama dengan orang lain.
14.  Cinta Damai yaitu sikap, perkataan dan tindakan yang menyebabkan oranglain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15.  Gemar Membaca yaitu kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16.  Peduli Lingkungan yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17.  Peduli Sosial yaitu sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan kepada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18.  Tanggungjawab yaitu sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya yang seharusnya dia lakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), Negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Secara teoritis kognitif tentu saja kedelapanbelas karakter bangsa tersebut di atas tidak sulit dan tidak memerlukan waktu yang lama untuk dijelaskan deskripsinya oleh guru kepada peserta didik. Dengan satu atau dua kali pertemuan di dalam kelas guru dapat menjelaskan arti dan makna nilai karakter bangsa tersebut. Namun dalam tataran implementasinya dalam sikap dan perilaku sehari-hari kedelapanbelas nilai karakter bangsa tersebut sungguh tidak mudah untuk diaplikasikan. Jangankan peserta didik bahkan pada pendidikpun mayoritas belum mau dan belum mampu mengaplikasikan kedelapanbelas nilai karakter tersebut dalam sikap dan tindakan sehari-hari.
Bahkan jujur harus kita akui bahwa kedelapanbelas nilai karakter bangasa tersebut di atas  saat ini sudah semakin luntur, pudar bahkan menghilang dalam perilaku kehidupan masyarakat sehari-hari. Bukankah tindakan korupsi terus terjadi di setiap instansi dengan berbagai modus operandinya? Bukankah para koruptor terus gentanyangan di setiap kantor? Sehingga negara kita tercatat dijajaran elit negara terkorup di dunia. Hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai kejujuran dan kepedulian sosial sudah pudar menghilang dalam perilaku pejabat publik negeri ini. Para pejabat publik baik yang duduk di lembaga eksekutif, legislatif maupun yudikatif sikap dan tindakannya banyak yang membohongi dan menghianati rakyat. Anggaran negara yang dialokasikan untuk meningkatkan mencerdaskan dan mensejahteraan rakyat dijadikan dana bancakan. Konon sekitar 30-40% dari anggaran tersebut masuk ke kantong atau rekening pribadi para pejabat yang terlibat. Begitu pula di dalam aktifitas kehidupan masyarakat bangsa ini, nilai-nilai karakter bangsa di atas semakin langka kita lihat dalam kehidupan nyata. Tindakan anarkhis, seperti aksi terorisme, tawuran antar pelajar, antar mahasiswa, antar suku/etnis, antar kampung sering terjadi di bumi pertiwi ini, hal ini menunjukkan bahwa nilai karakter toleransi, demokratis, cinta damai dan bersahabat sudah hampir lenyap dalam lubuk hati bangsa kita. Perbuatan asusila, amoral seperti prostitusi, mengkonsumsi NARKOBA dan penyakit masyarakat lainnya sungguh mewarnai kehidupan masyarakat kita. Hal ini mengindikasikan bahwa nilai-nilai religius sudah tergerus dalam perilaku masyarakat.
Pendek kata, delapan belas nilai-nilai karakter bangsa tersebut di atas kini hanyalah wacana dalam retorika tapi sulit kita lihat dalam realita kehidupan. Kondisi seperti ini memerlukan komitmen seluruh elemen masyarakat untuk menanam, menyiram dan memupuk kembali nilai-nilai karakter bangsa di dalam hati nurani generasi bangsa, sehingga tumbuh dan berkembang kembali dalam ucapan, sikap dan perilaku kehidupan masyarakat. Menumbuhkembangkan nilai-nilai karakter bangsa harus sinergi dilaksanakan di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Apabila ketiga pilar penopang keberhasilan pendidikan tidak memiliki komitmen, dan integritas moral, maka sulit kiranya nilai-nilai karakter bangsa tersebut di atas nyata dalam ucapan dan perbuatan peserta didik sebagai generasi penerus bangsa.
Mari kita selamatkan negeri ini dari berbagai keterpurukan dan ketertinggalan dengan cara berusaha menjadi suri tauladan/ uswatun hasanah dalam merealisasikan nilai-nilai karakter bangsa dalam aktifitas kehidupan sehari-hari. Yakin kita bisa jika kita berusaha, pasti kita mampu jika kita mau.     

Menggali Kembali Karakter Bangsa


Oleh : Dedi Suherman
Guru SDN 1 Jati Kec. Batujajar Kab. Bandung Barat

Karakter bangsa dewasa ini adalah kata yang selalu muncul dan seringkali menjadi penutup diskusi perihal penyebab keterpurukan Bangsa Indonesia di berbagai sektor kehidupan berbangsa dan bernegara. Bukan hal baru untuk menyatakan bahwa karakter bangsa kita, ekstrimnya, sedang berada di titik nadir. Saya sangat meyakini bahwa perbaikan karakter bangsa merupakan kunci utama agar bangsa yang besar jumlah penduduknya ini bisa ke luar dari berbagai krisis yang semakin membawa negeri ini ke jurang kehancuran untuk bangkit dan menyongsong nasibnya yang lebih baik. 
Cobalah datang berkunjung ke kantor-kantor yang berurusan dengan pelayanan publik, mall, pasar tradisional, hingga jalan raya, kemudian bandingkan dengan situasi dan kondisi tempat yang sama di negara maju! Anda akan bisa memaklumi puisi Taufik Ismail yang bertajuk Malu (Aku) Menjadi Bangsa Indonesia. Tak perlu gerah dan membuat puisi tandingan, gunakan cermin besar untuk melihat keseharian bangsa kita ( tentu saja turut menelanjangi diri sendiri).
Sudah Habis Teori di Gudang, demikian ungkapan Professor Mahfud MD (Ketua MK) menjawab pertanyaan mahasiswanya tentang teori apa lagi yang bisa digunakan untuk membawa bangsa ini keluar dari krisis (Kompas, 11 Oktober 2005). Bangsa kita memang gudangnya teoritikus, yang nampak garang dan gagah manakala mendiskusikan dan merumuskan sebuah konsep, namun hampir menjadi nihil alias nol besar, bahkan kontradiksi/bertotak belakang dalam aplikasinya. Tidak sesuainya kata dan perbuatan alias munafik/hiprokrit, demikian ungkapan dai-dai kondang kita yang berusaha mencari solusi bagi bangsa.
Menjadi lebih menyedihkan lagi manakala kita melihat ke dalam dan menemui bahwa mayoritas komponen bangsa kita mengklaim dirinya sebagai bangsa yang religius. Banyak sudah orang mengatakan bahwa nilai-nilai religiusitas yang diyakini menjadi bagian integral Bangsa Indonesia justru diaplikasikan dalam keseharian oleh bangsa maju yang notabene sekuler. Bangsa kita gagal dalam melakukan internalisasi nilai-nilai luhur yang bersumber dari ajaran agama berdasarkan wahyu Tuhan menjadi perilaku keseharian. Sedangkan bangsa lain harus memeras otak mereka dan menghasilkan prinsip hidup yang terealisir. Nilai-nilai luhur bangsa kita jelas lebih unggul, karena berasal dari wahyu Tuhan, namun perlu usaha keras dan luar biasa untuk melakukan internalisasinya. Tidak perlu malu untuk mengakui bahwa sebagian besar lembaga pendidikan kita, baik pendidikan formal ataupun non-formal, umum ataupun keagamaan, belum berhasil melakukan tugas utamanya: internalisasi nilai luhur, budi pekerti, akhlak mulia menjadi sikap, tindakan, perilaku sehari-hari. Nilai-nilai karakter bangsa baru disampaikan secara teori verbalistis, kurang disertai aplikasinya secara afektif dan psikomotorik.
Tidak perlu pesimis, belum terlambat dan Insya Allah tidak mustahil mengubah nasib Bangsa Indonesia. Namun jangan menunggu keajaiban datang dari langit. Jangan hanya mengandalkan do’a tanpa disertai usaha. Seluruh komponen bangsa: Pemerintah, Legislatif, Yudikatif, Militer, Penegak Hukum, Swasta, dan Masyarakat harus bertekad kuat memperbaiki karakter bangsa melalui peran masing-masing. Tidak perlu membuat TAP MPR atau UU Karakter Bangsa – pengalaman menunjukkan bahwa banyak peraturan di bumi pertiwi yang hanya berhenti di lembaran negara. Zero defect harus menjadi prinsip utama seluruh komponen bangsa; baik untuk urusan kecil, seperti membuang sampah, hingga pengamanan harta negara.
Implementasi zero defect memerlukan kepemimpinan yang bersih, kuat, tegas, dan berstamina tinggi. Zero defect tidak mustahil untuk dilaksanakan, karena ini masalah pembiasaan. Zero defect bukan berarti mengingkari kodrat manusia yang memang tidak pernah bisa mencapai kesempurnaan, namun hal tersebut menjadi the ultimate goal yang patut digantungkan di dinding kantor-kantor pemerintahan. Sedikit penyimpangan terhadap zero defect yang masih berada dalam toleransi yang terukur bisa ditolerir dengan catatan adanya tekad bulat untuk kembali menuju ke zero defect.
Karena ini masalah pembiasaan, maka kunci terpentingnya ada di bidang pendidikan. Wajah pendidikan kontemporer kita, sebagai sebuah sistem yang tak bisa lepas dari rembesan nilai-nilai setempat, masih terlihat belum cemerlang. Secara umum, pendidikan di Indonesia belum menghasilkan lulusan berkarakter kuat. Tentu saja, ada di sana-sini pelaku pendidikan, baik individu ataupun lembaga yang berkarakter. Hanya saja jumlahnya masih minoritas.
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Forum Rektor (Forek), dan berbagai pimpinan lembaga pendidikan formal dan non-formal perlu kembali mengingatkan kepada anggotanya tentang peran mulia dan strategis mereka dalam perubahan nasib bangsa. Tidak perlu menunggu implementasi UU Guru dan Dosen untuk memulai semua itu, karena entitas ini, Guru, Dosen, dan para pendidik pada umumnya, adalah para pahlawan bangsa. Sejarah kontemporer Indonesia akan mencatat dengan tinta emas peran para pendidik dalam keluarnya Indonesia dari krisis. Lingkaran setan yang membelit Bangsa Indonesia perlu segera diputus; dimulai dari para ksatria: Guru, Dosen, dan para pendidik.
Mari kita bulatkan tekad, satukan visi dan misi untuk memperbaiki kondisi negeri yang telah kehilangan jati diri, nilai-nilai karakter bangsa yang telah terkubur mari kita gali kembali, kemudian kita tanam dalam diri sendiri dan kita semaikan pada sikap dan tindakan anak didik kita. Akhlak mulia yang selama ini semakin menghilang, mari kita mulai tumbuhkembangkan dalam ucapan, tindakan dan perbuatan. Kita yakin bisa jika mau berusaha, kita yakin mapu jika kita semua mau.

Selasa, 02 Agustus 2011

Marhaban Yaa Ramadhan

Oleh : Dedi Suherman
Guru SDN 1 Jati Kec. Batujajar Kab. Bandung Barat

Saat ini kita telah berada di bulan. Ramadhan merupakan tamu agung yang senantiasa kita harapkan kedatangannya. Sudah kita ketahui bersama, bahwa manusia tidak akan melaksanakan sesuatu dengan baik kecuali jika ia mempersiapkan diri dengan baik pula. Begitupun agar kita mampu melaksanakan semua amalan di bulan Ramadhan; sangat penting kita mempersiapkan diri untuk itu. Keberhasilan kita pada bulan Ramadhan akan dipengaruhi sejauh mana kita mempersiapkan diri untuk menyambutnya. Rasulullah saw dan para Sahabat sangat bersemangat menyambut datangnya bulan Ramadhan. Mereka sangat serius mempersiapkan diri agar bisa memasuki bulan Ramadhan dan melakukan segala amalan di dalamnya dengan penuh keimanan, keikhlasan, semangat, giat dan tidak merasakannya sebagai beban.
Berbagai persiapan dilakukan untuk menyambut Ramadhan, tamu yang istimewa ini. Persiapan penting yang harus kita lakukan adalah persiapan mental dan ilmu. Mempersiapkan diri secara mental tidak lain adalah mempersiapkan ruhiyah kita serta membangkitkan suasana keimanan dan memupuk spirit ketakwaan kita. Cara paling manjur adalah dengan memperbanyak amal ibadah. Dalam hal ini, Rasulullah saw. telah memberikan contoh kepada kita semua. Nabi saw. memperbanyak shaum sunat pada bulan Sya’ban. Ummul Mukminin Aisyah ra. menuturkan:Aku tidak melihat Rasulullah berpuasa sebulan penuh kecuali Ramadhan dan aku tidak melihat Beliau lebih banyak berpuasa dibandingkan dengan pada bulan Sya’ban (HR al-Bukhari dan Muslim).
Beberapa hadis di atas menjelaskan bahwa Rasulullah saw. banyak berpuasa pada bulan Sya’ban. Puasa pada bulan Sya’ban itu demikian penting dan memiliki keutamaan yang besar daripada puasa pada bulan lainnya, tentu selain bulan Ramadhan. Sedemikian penting dan utamanya sampai ‘Imran bin Hushain menuturkan, bahwa Rasul saw. pernah bertanya kepada seorang Sahabat:“Apakah engkau berpuasa pada akhir bulan ini (yakni Sya’ban)?” Laki-laki itu menjawab, “Tidak.” Lalu Rasulullah saw. bersabda kepadanya, “Jika engkau telah selesai menunaikan puasa Ramadhan, maka berpuasalah dua hari sebagai gantinya.” (HR Muslim).
Hadis di atas menunjukkan dengan jelas keutamaan puasa sunnah pada bulan Sya’ban. Lalu apa hikmah dari puasa pada bulan Sya’ban itu?
Usamah bin Zaid pernah bertanya kepada Rasulullah saw.:
“Ya Rasulullah, aku tidak melihat engkau berpuasa pada bulan-bulan lain seperti engkau berpuasa pada bulan Sya’ban.” Rasul menjawab, “Bulan itu (Sya’ban) adalah bulan yang dilupakan oleh manusia, yaitu bulan di antara bulan Rajab dan Ramadhan. Bulan itu adalah bulan diangkatnya amal-amal manusia kepada Tuhan semesta alam. Aku suka amal-amalku diangkat, sementara aku sedang berpuasa.” (HR Abu Dawud dan an-Nasa’i; disahihkan oleh Ibn Khuzaimah).
Rasul saw. juga memposisikan puasa pada bulan Sya’ban itu sebagai persiapan untuk menjalani Ramadhan. Anas ra. menuturkan bahwa Nabi saw. pernah ditanya:
“Puasa manakah yang paling afdhal setelah puasa Ramadhan?” Rasul menjawab, “Puasa Sya’ban untuk mengagungkan Ramadhan.” (HR at-Tirmidzi).
Walhasil, puasa Sya’ban, di samping akan mendapatkan pahala yang besar dan keutamaan di sisi Allah, juga merupakan sarana latihan guna menyongsong datangnya Ramadhan. Al-Hafizh Ibn Rajab mengatakan, “Dikatakan tentang puasa pada bulan Sya’ban, bahwa puasa seseorang pada bulan itu merupakan latihan untuk menjalani puasa Ramadhan. Hal itu agar ia memasuki puasa Ramadhan tidak dengan berat dan beban. Sebaliknya, dengan puasa Sya’ban, ia telah terlatih dan terbiasa melakukan puasa. Dengan puasa Sya’ban sebelumnya, ia telah menemukan lezat dan nikmatnya berpuasa. Dengan begitu, ia akan memasuki puasa Ramadhan dengan kuat, giat dan semangat.”
Para ulama salaf dulu sangat memperhatikan pelaksanaan semua amalan-amalan kebaikan pada bulan Sya’ban. Mereka, sejak memasuki bulan Sya’ban, telah memperbanyak membaca al-Quran, menelaah dan memahami isinya dan mentadabburi kandungannya. Bahkan Habib ibn Abi Tsabit, Salamah bin Kahil dan yang lain menyebut bulan Sya’ban ini sebagai Syahr al-Qurâ.


Bulan Sya’ban, Saatnya Intropeksi Diri
Marilah kita gunakan bulan Sya’ban ini untuk instrospeksi diri; sejauh mana kita telah bertindak dan bermuamalah sesuai dengan syariah yang telah Allah turunkan. Sudahkah kita pada bulan Sya’ban bergegas mempersiapkan diri guna menyambut datangnya Ramadhan yang sebentar lagi akan tiba? Ataukah kita malah termasuk orang yang melupakan bulan penting ini sebagaimana yang disinggung oleh Rasul saw. dalam hadis di atas?
Saatnyalah kita segera mempersiapkan diri sendiri, keluarga dan orang-orang yang ada di sekitar kita guna menyongsong datangnya Ramadhan. Caranya adalah dengan memperbanyak puasa serta membaca al-Quran sekaligus menelaah, memahami dan mentadabburi kandungannya. Kita juga harus giat melakukan shalat malam serta memperbanyak sedekah dan amalan-amalan kebaikan lainnya. Agar kita nanti mampu menjalani Ramadhan dengan penuh makna, hendaknya kita pun menyiapkan program-program amal kebaikan yang akan kita lakukan selama bulan Ramadhan.
Lebih dari itu, bulan Ramadhan adalah bulan ketaatan; di dalamnya setiap Muslim dituntut untuk mengikatkan diri dengan seluruh syariah-Nya. Bulan Ramadhan adalah bulan murâqabah. Sebab, shaum yang dilakukan di dalamnya mengajari setiap Muslim untuk senantiasa merasa diawasi Allah. Ramadhan juga adalah bulan pengorbanan di jalan Allah. Di dalamnya setiap Muslim dituntut untuk berkorban dengan menahan rasa lapar dan haus demi meraih derajat ketakwaan kepada-Nya. Takwa adalah puncak pencapaian ibadah shaum pada bulan Ramadhan. Perwujudan takwa secara individu tidak lain adalah dengan melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya.
Adapun perwujudan takwa secara kolektif adalah dengan menerapkan syariah Islam secara total dalam seluruh aspek kehidupan oleh seluruh kaum Muslim. Shaum Ramadhan tentu akan kurang bermakna jika tidak ditindaklanjuti oleh pelaksanaan syariah secara total dalam kehidupan, karena itulah wujud ketakwaan yang hakiki.
Terakhir, guna menambah kerinduan dan semangat kita mempersiapkan diri menyongsong Ramadhan, hendaklah kita mengingat dan merenungkan kembali pesan-pesan Rasul saw. yang pernah Beliau sampaikan pada akhir bulan Sya’ban. Salman al-Farisi menuturkan, bahwa Rasulullah saw. pernah berkhutbah pada akhir bulan Syaban demikian:
Wahai manusia, kalian telah dinaungi bulan yang agung, bulan penuh berkah, bulan yang di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Allah telah menjadikan puasa pada bulan itu sebagai suatu kewajiban dan shalat malamnya sebagai sunnah. Siapa saja yang ber-taqarrub di dalamnya dengan sebuah kebajikan, ia seperti melaksanakan kewajiban pada bulan yang lain. Siapa saja yang melaksanakan satu kewajiban di dalamnya, ia seperti melaksanakan 70 kewajiban pada bulan lainnya. Bulan Ramadhan adalah bulan sabar; sabar pahalanya adalah surga. Ia juga bulan pelipur lara dan ditambahnya rezeki seorang Mukmin. Siapa saja yang memberikan makanan untuk berbuka kepada orang yang berpuasa, ia akan diampuni dosa-dosanya dan dibebaskan lehernya dari api neraka. Ia akan mendapatkan pahala orang itu tanpa mengurangi pahalanya sedikit pun.Para Sahabat berkata, “Kami tidak memiliki sesuatu untuk memberi makan orang yang berpuasa puasa?”Rasulullah saw. menjawab:Allah akan memberikan pahala kepada orang yang memberi makan untuk orang yang berbuka berpuasa meski dia hanya memberi sebutir kurma, seteguk air minum atau setelapak susu. Ramadhan adalah bulan yang awalnya adalah rahmah, pertengahannya  adalah maghfirah dan akhirnya adalah pembebasan dari api neraka. Siapa saja yang meringankan hamba sahayanya, Allah akan mengampuninya dan membebaskannya dari api neraka. Perbanyaklah pada dalam Ramadhan empat perkara, dua perkara yang Tuhan ridhai dan dua perkara yang kalian butuhkan. Dua perkara yang Tuhan ridhai adalah kesaksian Lâ ilâha illâ Allâh Muhammad Rasûlullâh dan permohonan ampunan kalian kepada-Nya. Adapun dua perkara yang kalian butuhkan adalah: kalian meminta kepada Allah surga dan berlindung kepada-Nya dari api neraka. (HR Ibn Khuzaimah dalam Shahih Ibn Khuzaimah dan al-Baihaqi di dalam Syu’âb al-Imân).
            Semoga bulan Ramadhan dijadikan momentum oleh umat Islam yang menjadi penduduk mayoritas di republik ini, untuk memperbaiki kualitas keimanan dan ketakwaan yang berdampak positif terhadap berbaikan sosial, ekonomi dan politik yang selama ini. Kasus korupsi semoga berhenti di bulan suci ini, berbagai tindak kejahatan dan kriminal semoga hilang dan lenyap di bulan Ramadahan ini. Situasi dan kondisi yang aman, damai dan sejahtera semoga dapat tercipta di bulan yang penuh rahmat, maghfirah dan itqum minnar. Amin

Mensyukuri Nikmat Kemerdekaan


Oleh : Dedi Suherman
Guru SDN 1 Jati Kec. Batujajar Kab. Bandung Barat

            Tanggal 17 Agustus 1945 adalah hari bersejarah bagi bangsa Indonesia, karena hari itu tepatnya hari Jum’at tanggal 17 Agustus  bertepatan dengan bulan suci Ramadhan, di Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.
            Tentu saja hari itu adalah hari yang sangat istimewa bagi bangsa Indonesia, karena sebelumnya selama 3,5 abad lebih bangsa Indonesia berada dalam cengkraman penjajahan bangsa lain. Berbagai penderitaan dan kesengsaraan dialami oleh bangsa Indonesia selama dijajah. Sehingga peristiwa Proklamasi Kemerdekaan bukanlah peristiwa mudah dan murah, tetapi diraih dengan cara yang susah dan ditebus dengan tumpahan darah para syuhada.
            Untuk mengenang peristiwa bersejarah itu, maka setiap tanggal 17 Agustus bangsa Indonesia memperingatinya dengan acara intinya melaksanakan upacara bendera, dari mulai pemerintahan pusat sampai pemerintahan, daerah, bahkan sampai peloksok desa. Disamping itu berbagai kegiatan dilakukan oleh masyarakat untuk memperingati dan sekaligus mensyukuri nikmat kemerdekaan tersebut.
            Pada 17 Agustus 2011 ini usia kemerdekaan bangsa Indonesia sudah 66 tahun, usia yang cukup matang untuk berdirinya suatu bangsa yang berdaulat. Namun apakah nikmat kemerdekaan hasil perjuangan para pahlawan dahulu telah kita rasakan dewasa ini ? Bukankah para pahlawan dahulu memperjuangkan kemerdekaan itu agar bangsa kita terlepas dari berbagai penderitaan dan kesengsaraan ? Sudahkah sekarang kemerdekaan dan kesejahteraan itu dirasakan oleh seluruh masyarakat bangsa ini ? Sudahkah kesuburan negeri ini mewujudkan kemakmuran rakyat ? Sudahkah kekayaan sumber daya alam yang melimpah ruah di negara ini mampu membuat masyarakat sejahtera ?
Semua pihak harus mengakui dengan jujur bahwa cita-cita luhur kemerdekaan yaitu memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa secara umum belum begitu dirasakan. Hanya segelintir anak negeri ini yang telah mencicipi kesejahteraan hidup di bumi pertiwi ini.
            Mengapa kesejahteraan umum belum terasa ? Mengapa kesengsaraan masih mendera ? Mengapa kemiskinan dan kebodohan terus melanda ? Jawabannya karena kita umumnya belum mampu mensyukuri nikmat kemerdekaan yang sebenarnya. Sebab seandainya kita mampu mensyukuri nikmat kemerdekaan ini, niscaya kenikmatan itu akan terus bertambah. Sebagaimana janji Allah dalam Q.S. Ibrahiim : 7     “ Sesungguhnya jika kamu sekalian bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu dan jika kamu mengingkari nikmat-Ku maka sesungguhnya siksa-Ku amat pedih.”
            Bila kesejahteraan masih dalam angan-angan, bila kemakmuran masih dalam hayalan. Hal ini mengindikasikan mayoritas masyarakat bangsa ini belum mampu mensyukuri nikmat kemerdekaan. Sebaliknya masih terlalu banyak warga Negara ini yang mengingkari (kufur) terhadap berbagai nikmat yang diberikan Allah. Bila kondisi ini terus terjadi maka kesengsaraan akan terus melanda, bala bencana tidak akan sirna, berbagai tragedi akan terus terjadi. Hal ini diperingatkan oleh Allah dalam Q.S. An Nahl : 112 “ Dan Allah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tentram, kekayaan alamnya datang kepadanya melimpah ruah dari segala tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah, karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang mereka selalu perbuat.”
            Maksud pakaian kelaparan dan ketakutan pada ayat di atas adalah bahwa mayoritas penduduk Negara itu selalu diliputi kemiskinan dan ketidak tenangan (sengsara jasmani, menderita rohani).
            Bagaimanakah cara mensyukuri nikmat kemerdekaan ini agar kesejahteraan dapat dirasakan, kemakmuran jadi kenyataan ?
            Sebenarnya bagi Bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam, angka 17 sungguh sangat istimewa, karena ada tiga peristiwa yang berhubungan dengan angka 17. Bila peristiwa pada ketiga angka 17 tersebut dipadukan secara sinergis dan harmonis dalam perilaku kehidupan masyarakat bangsa ini, niscaya cita-cita luhur kemerdekaan akan terlaksana nyata. Ketiga angka 17 itu adalah :
1.          Tanggal 17 Ramadhan yaitu peristiwa diturunkannya Al Qur’an kepada Nabi Muhammad saw. Isi kandungan utama dari Al Qur’an adalah petunjuk dan tuntunan Allah kepada umat manusia agar hidup dipermukaan bumi ini mau beribadah dan  mampu menjadi khalifah. Bila Al Qur’an dijadikan pedoman dan aturan dalam segala aktifitas kehidupan baik sebagai individu maupun secara kolektif dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, niscaya suasana kehidupan  yang aman, damai dan sejahtera akan tercipta. Al Qur’an adalah surat cinta dari Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang kepada manusia. Bila surat cinta itu dibaca, dipahami dan diamalkan dalam perilaku sehari-hari niscaya akan membawa ke dalam kesejahteraan dan kebahagiaan di dunia dan di akherat kelak.
2.          Peristiwa 17 rakaat sehari semalam dalam sholat lima waktu. Shalat adalah ibadah ritual utama yang wajib dilakukan oleh setiap umat Islam yang memenuhi ketentuan syari’at. Secara hubungan vertical (hablumminallah) ibadah sholat merupakan bukti ketaatan dan kepatuhan manusia untuk menyembah kepada Allah. Sedangkan secara hubungan horizontal (habluminanas) sholat adalah untuk mencegah manusia agar mampu menjauhi segala perbuatan keji dan mungkar. Segala tindakan yang dapat merugikan diri dan orang lain dapat dicegah dengan melaksanakan sholat yang baik dan benar.
3.          Tanggal 17 Agustus 1945 hari proklamasi kemerdekaan. Sebagaimana diketahui bersama bahwa kemerdekaan bukan hadiah dari penjajah tapi rahmat dari Allah dan dibayar mahal oleh tumpahan darah para syuhada. Bila kita perhatikan nama-nama para pahlawan yang rela berkorban demi kemerdekaan, mayoritas mereka adalah umat Islam, bahkan para pembakar semangat juang serta pemimpin di medan perang hampir 100 % adalah para ulama dan tokoh Islam. Sebut saja Fatahillah, Sultan Hasanudin, Sultan Ageng Tirtayasa, Sultan Agung, Sultan Baabullah, Teuku Umar, Imam Bonjol, Pangeran Dipenogoro, Jendral Sudirman, Bung Tomo, K.H. Zaenal Mustopa dan sederet nama pahlawan lainnya, mereka adalah ulama dan tokoh Islam. Mereka rela berjuang mengorbankan harta dan nyawa bukan hanya ingin membebaskan Negara ini dari belenggu kekuasaan penjajah tapi lebih dari itu mereka berjuang untuk membebaskan masyarakat untuk melaksanakan syari’at agama. Maaf, penulis bukan diskriminatif dan mengenyampingkan peran dan jasa pahlawan non Muslim, tapi ini fakta sejarah dan kenyataan bahwa sebagian besar para pahlawan adalah tokoh Islam.
Kini bagaimana realitanya ? Apakah ketiga angka 17 di atas telah dipadukan dan disinergikan dalam rangka mengisi nikmat kemerdekaan ?
Mari kita akui bahwa kitab suci Al Qur’an sampai saat ini belum dijadikan pedoman hidup (way of life) oleh mayoritas umat Islam Indonesia baik dalam kehidupan pribadi lebih-lebih dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kalaupun ada yang telah dilaksanakan tapi masih bersifat farsial tidak kaffah ( utuh dan menyeluruh ). Bahkan yang ironis masih banyak tokoh Islam Indonesia dewasa ini yang alergi dan fobbi terhadap syaria’at Islam. Tidak sedikit tokoh dan umat Islam berkeberatan untuk menerapkan syari’at Islam dalam kehidupan ketatanegaraan dengan berbagai alasan yang dikemukakan. Tidak jarang para tokoh yang ingin menerapkan syari’at Islam secara utuh dan menyeluruh, mereka dicurigai, diintimidasi bahkan dituduh kelompok fundamentalis atau teroris. Memang, ada sekelompok orang mengatasnamakan menegakkan syari’at Islam secara radikal dan arogan, tetapi tidak bisa digeneralisir.
Begitu juga umat Islam Indonesia dewasa ini mayoritas jangankan mau dan mampu memahami serta melaksanakan isi kandungan Al Qur’an secara konsekuen dan konsisten bahkan semangat membancanya pun kini semakin pudar dan menghilang. Umat Islam Indonesia ternyata lebih semangat membaca Koran yang informasinya banyak yang menyesatkan daripada gairah tadarus Al Qur’an yang kebenarannya tidak diragukan.
Begitu juga bila diperhatikan, masih terlalu banyak umat Islam yang enggan melaksanakan sholat. Memang betul bangunan masjid dan mushola sudah tegak berdiri dimana-mana bahkan bisa dikatakan over eksis, tetapi realitanya mayoritas masjid dan mushola sepi dari yang melaksanakan sholat berjama’ah. Umat Islam Indonesia ternyata lebih semangat membangun mesjid daripada memakmurkan mesjid. Padahal membangun mesjid memerlukan tenaga dan biaya yang besar sedangkan memakmurkan masjid yang merupakan perintah Allah dan dicontohkan Rosulullah belum serampak dilaksanakan. Sungguh aneh tapi nyata.
Adapun orang Islam yang telah mau melaksanakan ibadah sholat tetapi belum banyak yang sholatnya dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Bukankah masih banyak yang suka STMJ (Sholat Terus Maksiat Jalan). Buktinya, bukankah tidak sedikit para pejabat yang suka sholat tapi berbuat hianat ? Bukankan masih banyak para politisi, pejabat birokrasi bahkan para polisi yang sudah ibadah haji  dan suka sholat tapi senang korupsi? Bukankah tidak jarang para pedagang yang suka sholat tapi suka pula curang ?
Bila kondisi ini terus terjadi, kalau keadaan ini terus berjalan, maka nikmat kemerdekaan tidak akan menciptakan kebahagiaan. Kebebasan akhirnya kebablasan, bebas tanpa batas tidak mau mengikuti aturan.
Mengakhiri artikel ini, penulis mengajak kepada segenap anak bangsa diberbagai strata, marilah isi nikmat kemerdekaan ini dengan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan. Hanya iman dan takwalah yang membuat masyarakat suatu bangsa sejahtera, sebagaimana dijanjikan Allah dalam Q.S. Al A’raaf : 96 “ Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat) Kami, maka Kami siksa mereka disebabkan oleh perbuatannya.”
Hanya dengan iman yang diaplikasikan dalam perbuatan hidup pasti aman dan nyaman, hanya dengan takwa yang nyata dalam realita hidup sejahtera dan bahagia dalam suatu bangsa akan terasa. Marilah kita mulai bersama sekarang juga.

Sabtu, 02 Juli 2011

KEBUTUHAN HIDUP MANUSIA

Oleh : DEDI SUHERMAN
Guru SDN 1 Jati Kec. Batujajar Kab. Bandung Barat

Manusia hidup karena memiliki dua potensi dasar yaitu potensi  fisik, jasmani atau raga dan potensi psikis, rohani atau jiwa. Apabila kedua potensi tersebut berpisah, maka manusia mengalami kematian.
Baik potensi fisik maupun potensi psikis perlu dijaga, dipelihara kesehatannya. Kedua potensi tersebut mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi dengan sempurna. Kebutuhan pisik meliputi kebutuhan material dan seksual, sedangkan kebutuhan psikis meliputi kebutuhan spiritual dan intelektual.
Agar kehidupan manusia berlangsung dengan baik, selamat dan sejahtera di dunia dan di akherat kelak, maka keempat kebutuhan tersebut harus terpenuhi dengan sempurna. Untuk lebih jelasnya penulis mencoba memaparkan masing-masing kebutuhan tersebut.
  1. Kebutuhan Material
Kebutuhan material adalah kebutuhan untuk memelihara kesehatan tubuh manusia. Yang termasuk kebutuhan material adalah sandang (pakaian), pangan (makanan) dan papan (tempat tinggal). Ketiga kebutuhan ini menurut konsep ilmu ekonomi disebut kebutuhan pokok (primer). Mengapa disebut kebutuhan pokok ? Karena ketiga kebutuhan ini harus terpenuhi oleh setiap individu, tidak bisa abaikan.
Manusia perlu pakaian untuk menjaga kesehatan dan kenyamanan tubuhnya. Disamping itu pakaian berfungsi menjaga kehormatan manusia. Silahkan Anda bayangkan seandainya seluruh manusia tubuhnya tidak ditutupi pakaian, apa jadina ? bagaimanapun tampannya seorang pemuda atau cantik moleknya seorang gadis belia, bila pergi kemanapun tidak memakai sehelai benangpun, maka ketampanan dan kecantikannya tida ada harganya.
Manusiapun perlu makanan dan minuman, untuk mempertahankan kehidupannya sampai ajal datang menjemput. Makanan yang primer dibutuhkan manusia adalah makanan emapt sehat lima sepurna (karbohidrat, protein, vitamin, lemak dan mineral). Makanan yang banyak mengandung gizi dan nutrisi yang seimbang dapat memelihara kesehatan tubuh manusia.
Untuk melindungi diri dan keluarganya manusia juga memerlukan rumah tempat tinggal. Rumah termasuk kebutuhan primer bagi manusia karena menjadi tempat berlindung dari berbagai gangguan dan bahaya. Tempat berlindung dari terik matahari di siang hari, tempat beristirahat dimalam hari, tempat bertetuh dikala hujan, tempat berlindung dari berbagai ancaman dan gangguan.
Manusia yang terpenuhi tiga kebutuhan promernya, maka akan merasakan nyaman dan tenang dalam menjalani kehidupannya.

  1. Kebutuhan Seksual
Kebutuhan seksual termasuk kebutuhan yang urgen bagi manusia, karena pada diri manusia dilangkapi napsu syahwat biologis. Untuk memenuhi dan menyalurkan hasrat biologisnya, syari’at agama mengaturnya dengan pernikahan. Tujuan utama pernikahan adalah untuk menjaga kelangsungan hidup manusia dengan mempunyai anak keturunan. Disamping itu pernikahan berfungsi untuk menjaga harkat martabat dan kehormatan manusia agar jelas silsilah keturunannya.

  1. Kebutuhan Spiritual
Manusia hidup dilengkapi hati atau kalbu. Hati manusia bukan hanya berfungsi sebagai organ tubuh untuk menjaga kesehatan fisik, tetapi lebih dari itu hati manusia berfungsi untuk menanamkan keimanan dan ketaqwaan. Hatipun sama dengan tubuh perlu diberi makanan. Untuk memenuhi kebutuahan spiritual manusia memenuhi hatinya dengan keimanan dan ketaqwaan dengan cara banyak berdzikir.
Berdzikir artinya ingat atau sadar. Jadi manusia hendaklah sering ingat kepada Tuhannya (Allah), dan harus senantiasa sadar bahwa  dirinya diberi tugas untuk beribadah dan menjadi khalifah (pengurus, pengatur dan pemelihara) di muka bumi. Bila manusia hatinya senantiasa ingat kepada Tuhannya (Allah), selalu sadar akan tugas dan fungsinya, maka hatinya akan tenang dan tentram. Hati yang sering digunakan untuk berdzikir akan menguatkan iman dan meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt. Firman Allah dalam Q.S. Ar Ra’du : 11 “ “Ketahuilah bahwa berdzikir (mengingat) Allah, hati menjadi tentram”.

  1. Kebutuhan Intelektual
Secara fisik biologis manusia dan hewan tidak jauh berbeda terutama dengan hewan vertebrata (mamalia). Hal yang membedakan manusia dengan hewan adalah manusia dilengkapi akal yang mampu untuk berpikir. Kemampuan berpikirnyalah yang membuat manusia lebih mulia dan terhormat dibanding dengan hewan. Akal manusia yang sering digunakan berpikir akan menhasilkan ilmu. Semakin tinggi ilmu yang dimilikinya maka semakin mudahlah manusia menjalani kehidupannya.
Dengan demikian, manusia yang akan mecapai kebahagian, kesejahteraan dan kedamaian baik di dunia maupun di akherat ialah manusia yang mampu menjaga, memelihara dan memenuhi kebutuhan empat potensi tersebut di atas.
Namun bila kita memperhatikan, bahkan mungkin kita alami ternyata umumnya manusia lebih cenderung mengutamakan untuk memenuhi kebutuhan fisik material (duniawi), kurang bahkan tidak begitu peduli untuk memelihara, menjaga dan memenuhi kebutuhan psikis spiritual (ukhrawi).
Segala aktiftas  yang dilakukan manusia umumnya hanya berlomba untuk mendapatkan kekayaan material (sandang, pangan dan papan), serta mengejar kepuasan seksual, menyalurkan hasrat biologis. Sementara kebutuhan psikis spiritual kadang-kadang tidak begitu diperhatikan bahkan dilupakan.
Padahal Allah swt telah memberikan informasi bahkan peringatan, bahwa kekayaan duniawi bagaimanapun melimpah ruahnya diperoleh oleh manusia, tidak ada artinya bila dibandingkan dengan kenikmatan dan kebahagian akherat. Di dalam Q.S. An Nisaa : 14-15 Allah swt berfirman :
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). Katakanlah: "Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?" Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya. Dan (mereka dikaruniai) isteri-isteri yang disucikan serta keridhaan Allah: Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.
Dalam Q.S. Al Mujadalah : 11,Allah swt. memberikan informasi dan motivasi bahwa Allah akan mengangkat derajat manusia yang kuat imannya dan tinggi ilmu pengetahuannya.
Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Para pembaca, mari kita sejenak memperhatikan struktur tubuh kita masing-masing, terutama organ atau anggota tubuh yang berfungsi menampung dan menyalurkan empat jenis kebutuhan manusia.
Ketika posisi tubuh manusia berdiri tegak, letak atau posisi alat kelamin manusia untuk menyalurkan hasrat biologis terletak paling bawah, kemudian di atasnya posisi perut/lambung tempat menyalurkan kebutuhan material (pangan). Di atas perut/lambung ada organ hati untuk menanamkan keimanan dan ketakwaan. Posisi paling atas tepatnya pada kepala terdapat organ otak/akal yang berfungsi untuk berfikir agar memperoleh ilmu pengetahuan.
Posisi atau letak organ tubuh seperti di atas merupakan gambaran bahwa pemenuhan kebutuhan fisik biologis amterial dan seksual derajatnya lebih rendah daripada pemenuhan kebutuhan psikis spiritula dan intelektual.
Jadi, siapapun manusia yang tujuan dan orientasi hidupnya hanya mengejar kekuasan dan kesuksesan duniawi, melupakan pemenuhan kebutuhan spiritual dan intelektualnya (iman dan ilmu). Mereka derajatnya sama bahkan lebih rendah derajatnya dari pada binatang. Karena sebagaimana kita ketahui kehidupan binatang hanya dilengkapi organ seksual dan organ pencernaan (lambung), tidak dilengkapi hati yang berfungsi untuk berdzikir dan akal yang berfungsi untuk berpikir.
Allah swt berfirman dalam Q.S. Al A’raaf : 179
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.
Para pembaca, bila kita perhatikan fenomena kehidupan sosial kemasyarakatan, berbagai peristiwa penyimpangan, kejahatan, kriminal, korupsi, prostitusi, pornoaksi, pornografi, penipuan, pencurian, perampokan, permusuhan, penindasan, pembunuhan, perusakan alam dan lingkungan, saling berebut posisi pangkat, jabatan dan kedudukan. Faktor penyebab semua itu karena mayoritas manusia lebih cenderung mengutamakan pemenuhan kebutuhan fisik material dan seksualnya, mengabaikan dan melupakan pemenuhan kebutuhan spiritual dan intelektual. Dengan kata lain, manusia umumnya telah dihinggapi penyakit WAHN (hubbu dunya wa karohiyatul maut) mengejar kesenangan dunia, tidak peduli kepada kebahagian akherat, alias terjebak oleh sifat dan faham materialisme, hedonisme dan konsumerisme.
Akibat sifat materialisme, hedonisme, konsumerisme telah merasuki pikiran manusia, maka mereka memegang prinsif Machiaveli yaitu menghalalkan segala cara untuk tercapainya suatu cita-cita. Kaidah-kaidah syari’at agama, norma-norma sulila, dan nilai-nilai etika sudah tidak diperhatikan.
Bila kondisi ini terus terjadi dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, dalam berbangsa dan bernegara,  maka akan melahirkan para pejabat yang jahat, para aparat yang khianat, pegawai birokrasi yang suka korupsi, para politikus yang rakus, pelaku kejahatan semakin militan, pelaku kriminal semakin profesional, pornoaksi, pornografi dan prostitusi jadi tradisi, rentenir semakin menbanjir, konglomerat semakin keparat, perbuatan salah menjadi hal yang lumrah. Tidakan amoral dan asusila dianggap biasa.
Sebaliknya manusia yang menegakkan kebenaran dianggap melakukan keonaran, manusia sholeh dianggap makhluk aneh, manusia suci sulit dicari, manusia jujur semakin terkubur, manusia takwa semakin langka, manusia beriman semakin tak kelihatan, para pejuang semakin jarang. Para guru sudah banyak yang tak patut digugu dan ditiru, para akademisi sudah jarang yang berprestasi, para hartawan yang dermawan hanya ada dalam hayalan.
Bila mayoritas manusia sudah tidak memperdulikan kondisi seperti ini, maka kemakmuran hanyalah impian, keamanan dan ketentraman hanyalah lamunan, kesejahteraan dan kebahagian hanyalah angan-angan.
Semoga tulisan sederhana ini dapat menyadarkan semua pihak, agar timbul motivasi untuk memperbaiki diri, agar menambah gairah unbtuk memperkuat akidah dan ibadah, agar timbul usaha berlomba meningkatkan iman dan taqwa. Marilah kita yakini sepenuh hati firman Allah dalam Q.S. Al A’raaf : 96
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.
Q.S. Huud : 117
Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan.
Q. S. Al Israa : 16
Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menta`ati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.